INCO - Headwind from global uncertainty
Laba bersih INCO tumbuh 100,8% YoY pada 1Q22 menjadi USD67,7 juta Kenaikan harga nikel menghadapi tantangan dari kenaikan suku bunga agresif Rekomendasi “BUY” dengan target harga Rp8.900 per saham Laba bersih ditengah kenaikan pendapatan dan beban yang terkendali Laba bersih INCO meningkat 100,8% YoY pada 1Q22 menjadi USD67,65 juta (+26,2% QoQ). Pertumbuhan laba bersih signifikan ini ditopang oleh pendapatan yang tumbuh 13,8% YoY pada 1Q22 menjadi USD235,1 juta (- 11,9% QoQ). GPM bertumbuh dari 25,1% pada 1Q21 menjadi 39,4% pada 1Q22 ditengah penurunan beban pokok 8,0% YoY ditengah penurunan beban karyawan dan bahan pembantu. EBITDA naik 30,7% YoY pada 1Q22 dengan EBITDA margin bertumbuh dari 43,0% pada 1Q21 menjadi 49,4%. Kemudian, beban operasional meningkat 300,5% YoY pada 1Q22 karena kenaikan beban karyawan dan beban professional. Akan tetapi, margin operasional tetap meningkat dari 24,5% pada 1Q21 menjadi 37,6% pada 1Q22. INCO mencatatkan kenaikan beban keuangan 12,1% YoY pada 1Q22. Tetapi, beban lain-lain perseroan turun 64,6% YoY pada 1Q22 karena penurunan beban project development. Neraca INCO kuat denga posisi net cash pada 1Q22. ASP yang meningkat mendorong performa INCO Kenaikan pendapatan INCO pada 1Q22 ditopang oleh kenaikan ASP yang naik 25,3% YoY menjadi USD17.432 per MT atau 14,3% QoQ. Kendati volume penjualan turun 9,2% YoY menjadi 13.486 MT (-22,3% QoQ). Penurunan penjualan tersebut dipacu oleh kendala produksi yang juga menurun 9,0% YoY pada 1Q22 (-18,7% QoQ) karena adanya pekerjaan pada tanur 4. Sementara itu, kami melihat penurunan produksi tersebut juga berpengaruh terhadap konsumsi bahan bakar INCO yang turun dengan volume HSFO dan diesel yang turun masing-masing 23,2% YoY dan 11,4% YoY pada 1Q22, juga batubara berkurang 0,73% YoY. Kendati volume menurun, harga ASP bahan bakar naik signifikan seperti HSFO yang meningkat 50,6% YoY dan diesel yang naik 63,4% YoY pada 1Q22 ditengah kenaikan harga energy global. Tetapi, hal tersebut tidak berdampak pada COGS pada 1Q22 karena adanya efisiensi. ASP masih kuat kendati produksi diproyeksi flattish YoY Kami memproyeksi pendapatan mencapai US$1,2 miliar pada 2022, utamanya didorong oleh peningkatan ASP terutama pada 1H22 . Namun, secara volume, kami memperkirakan penurunan produksi dan sales akan berlanjut yang disebabkan adanya pekerjaan tanur 4 yang masih berlangsung hingga Mei 2022. Namun, kami memperkirakan ASP berpeluang terkoreksi pada 2H22, setelah The Fed melakukan kenaikan bunga secara agresif, kemungkinan eskalasi konflik di Eropa Timur yang menurun dan kekhawatiran pelambatan ekonomi sebagai imbas dari kenaikan suku bunga dan kebijakan restriksi di Cina. Faktor-faktor tersebut dapat mereduksi permintaan nikel di pasar global. Meski demikian, kami memproyeksikan ASP INCO dapat meningkat 10- 15% YoY mengingat permintaan terhadap nikel yang masih tinggi. Secara jangka panjang, kami optimistis pembangunan smelter di Bahodopi, Pomalaa dan Sorowako sehingga akan meningkatkan ASP dalam jangka panjang karena dapat meningkatkan nilai tambah. Rekomendasi BUY ditengah permintaan nikel yang kuat di pasar global Kami merekomendasikan “BUY” saham INCO dengan target harga Rp8.900 per saham, yang mencerminkan valuasi PE 2022E 17,33x. Kami menilai beberapa sentimen positif tahun ini yakni 1) ASP yang meningkat ditengah peningkatan permintaan dan supply yang ketat; 2) berbagai efisiensi manajemen pertambangan untuk menjaga margin; 3) ekspansi pembangunan smelter dan 4) neraca INCO yang kuatl. Namun, kami mencatat beberapa resiko dari 1) resiko koreksi harga nikel di pasar global setelah kenaikan suku bunga The Fed dan ancaman pelambatan ekonomi; 2) kenaikan harga bahan bakar; 3) perubahan kebijakan pemerintah dan 4) depresiasi USD.
Unduh