BBCA masih rugi jalankan bisnis e-money
Bank Central Asia (BBCA) menyatakan masih rugi dalam menjalankan bisnis uang elektronik. Dalam bisnis uang elektronik, perseroan mencatatkan biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 50 miliar – Rp 80 miliar per tahun. Biaya itu digunakan untuk penerbitan kartu, maintanance mesin isi ulang di setiap titik, ditambah pemasangan mesin top up pada 35 gerbang tol. Selain itu ada fee agreement dengan Jasa Marga (JSMR). Dengan pengeluaran sekitar Rp 50 miliar – Rp 80 miliar, perseroan hanya mampu mendapatkan pendapatan dari uang elektronik sekitar Rp 15 miliar per tahun. Walaupun kartu Flazz perseroan sekitar 13 juta, tetapi kartu Flazz bersaldo hanya sekitar 4,5 juta - 5 juta kartu saja. Bank Central Asia (BBCA) masih mengkaji rencana pengenaan biaya pengisian saldo uang elektronik (e-money) seiring dengan keputusan Himpunan Bank-bank Negara (Himbara) untuk tidak memungut biaya isi ulang e-money tersebut. Perseroan mengalokasikan dana untuk e-money BCA, Flazz, mencapai Rp 80 miliar tiap tahun. Dana tersebut termasuk untuk pemeliharaan (maintanance) mesin EDC (Electronic Data Capture). BCA akan tetap melihat ke depan dengan memprioritaskan kepentingan nasabah, tetapi tidak menutup kemungkinan membebankan biaya isi ulang e-money ke nasabah.