INDF - Strong recovery, but challenged by raw material inflation
Laba bersih INDF naik 37,6% YoY pada 1Q22 menjadi Rp3,6 triliun Penjualan INDF diperkirakan dapat tumbuh 13% YoY pada tahun ini Rekomendasi “BUY” dengan target harga Rp8.900 per saham Kenaikan laba bersih didorong dari penurunan beban keuangan Laba bersih INDF pada 1Q22 tumbuh 37,5% YoY pada 1Q22 menjadi Rp3,57 triliun. Pertumbuhan laba bersih ditopang oleh penurunan beban keuangan 32,7% YoY menjadi Rp1,05 triliun dan net sales yang naik 11,8% YoY pada 1Q22, terutama dari produk consumer dan bogasari. Tetapi, GPM turun dari 34,7% pada 1Q21 menjadi 32,9% pada 1Q22 akibat kenaikan beban pokok 14,9% YoY terutama dari kenaikan harga bahan baku, ditengah kenaikan harga gandum. Kemudian, beban operasional naik 6,0% YoY pada 1Q22 menjadi Rp3,84 triliun dari kenaikan dari penyisihan penurunan nilai piutang plasma dan kenaikan beban penjualan. Sehingga, margin operasional turun dari 20,0% pada 1Q21 menjadi 19,0% pada 1Q22. Kendati demikian, net gearing meningkat menjadi 0,95x pada 1Q22. Kontraksi EBIT margin consumer akibat peningkatan gandum Penurunan EBIT margin INDF secara keseluruhan utamanya diakibatkan oleh segmen konsumer yang turun dari 23,5% pada 1Q21 menjadi 19,5% pada 1Q22 akibat peningkatan harga gandum. Adapun, kontribusi segmen konsumer meningkat dari 54,7% pada 1Q21 menjadi 56,4% pada 1Q22. Sedangkan, EBIT segmen agribisnis juga melompat tajam dari 10,0% pada 1Q21 menjadi 25,3% seiring dengan kenaikan harga CPO di pasar global ditengah permintaan meningkat dari India. Kami menilai bahwa pelarangan ekspor CPO dan turunannya oleh pemerintah dalam tiga minggu tidak terlalu berpengaruh karena porsi domestik yang cukup tinggi. Walaupun, penjualan segmen agribisnis turun 12,9% YoY pada 1Q22 utamanya akibat penurunan volume karena halangan cuaca. Sehingga, kontribusi segmen agribisnis turun dari 17,6% pada 1Q21 menjadi 13,6% pada 1Q22. EBIT segmen bogasari sedikut kontraksi dari 7,6% pada 1Q21 menjadi 7,2% pada 1Q22. Inflasi bahan baku menjadi tantangan utama Kami memperkirakan pertumbuhan INDF dapat mencapai 13% YoY pada tahun 2022, terutama ditopang oleh segmen consumer. Namun, kami memperkirakan harga gandum yang tinggi, dengan harga dapat bertahan di kisaran USD10-USD11 per bushel, ditengah supply yang ketat, akibat perang Ukraina- Rusia dan adanya aturan pelarangan ekspor gandum di India. Akan tetapi, dengan penguatan daya beli dapat membuka ruang untuk pass on harga. Sehingga, EBIT margin consumer dapat dipertahankan pada 18-19% pada 2022. Di sisi lain, untuk segmen agrobisnis, kami memperkirakan harga CPO juga berada di atas level 2021, yakni diatas RM6.000 per MT, jauh dibandingkan ekspektasi kami sebelumnya yakni RM4.500 per MT karena permasalahan supply yang ketat dan normalisasi kegiatan di Cina. Di sisi lain, kami menilai adanya penghapusan subsidi minyak dapat berdampak positif. Adapun, adanya ketidakpastian dari pengenaan aturan termasuk yang juga yang berbasis price control untuk komoditas CPO oleh pemerintah menjadi resiko utama. Rekomendasi BUY ditengah perbaikan daya beli Kami merekomendasikan “BUY” dengan target harga Rp8.900 per saham, yang merefleksikan PER 2022E berada pada 7,47x. Rekomendasi kami telah memfaktorisasi 1) permintaan yang cenderung resilient untuk produk consumer dan bogasari; 2) harga CPO yang tetap bullish sehingga menopang performa segmen agrobisnis; 3) pangsa pasar yang besar terutama untuk segmen konsumenr dan 4) leverage yang cenderung terkendali. Namun, kami melihat resiko dari 1) peningkatan harga komoditas soft commodities; 2) potensi koreksi harga CPO yang sudah tinggi; 3) persaingan untuk produkproduk consumer dan 4) potensi pelemahan daya beli karena inflasi yang lebih tinggi.
Download